Beberapa waktu yang lalu warga Cirebon ramai kunjungi sebuah penemuan situs petilasan dan sumur tua di Blok
Maju RT. 12 RW. 03 Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon dalam seminggu terakhir. Hingga Minggu (28/1), warga silih berganti
mengunjungi situs yang berlokasi di depan halaman rumah yang dihuni
Ruswianto dan keluarganya tersebut.
“Mulanya, pada hari Minggu tanggal 7 Januari 2018, saat pekerja
bangunan menggali tanah untuk membuat pondasi rumah menemukan batu
bata besar,” kata Ruswianto.
Setelah itu, lanjutnya, dia pun melaporkan kepada pendamping Sultan
Kanoman, Elang Aji Nurasa yang sudah dikenalnya sejak tiga tahun lalu.
Dia pun menyarankan agar pembangunan pondasi rumah dihentikan, dan tidak
diteruskan. Karena itu menyangkut dengan situs Ki Buyut Tegalwangi yang
harus dijaga dan dilestarikan.
Setelah itu, kemudian dimulai penggalian, dan ditemukan makam pertama
yang disebut merupakan petilasan dari Nyi Ageng Mantro, yang memiliki
kaitan dengan penyebutan nama pedukuhan Galmantro yang sejak dulu
memiliki sejarah panjang Desa Tegalwangi.
Setelah itu, ditemukan makam kedua yang diduga merupakan makam
Pangeran Sentana yang notabene adalah pengikut Sunan Gunung Jati dan makam
ketiga, Makam Ki Depa. Makam Ki Depa cukup panjang dari makam lainnya.
Uniknya lagi, lokasi situs tersebut ditemukan berada di lapisan
permukaan yang tidak begitu dalam. Tak hanya itu, setelah dilakukan
penggalian lagi, ditemukan situs dua buah sumur kuno yang diberinama Ki
Mayung dan Nyi Nayung.
Air dari sumur itulah yang kemudian membuat warga terheran. Pasalnya,
sumur tersebut hanya sedalam dua meter. Padahal di lingkungan wilayah
Tegalwangi, ukuran kedalaman sumur supaya mendapat air itu lebih dari 10
meter. “Airnya tidak habis-habis, segitu aja. Meskipun diambil terus
sama warga, di sini sumur 10 meter baru dapat air, tapi sumur itu
kedalamannya 2 meter,” kata Ruswianto.
Penemuan situs petilasan dan juga sumur itu terlebih dahulu dibuka
oleh ritual khusus. Dikatakan Ruswanto, dia sendiri tidak menyangka
adanya situs di pekarangan rumahnya.Tanah tersebut tadinya mau dibuat pondasi rumah. Tanah tersebut
merupakan tanah milik mertua yang diwariskan kepada istrinya, Tiah. “Ya
mulai sejak tiga minggu. Minggu sekarang makin ramai,” katanya.
Kuwu Desa Tegalwangi, Iskandar mengatakan, pihaknya mencoba membantu
agar situs tersebut tetap lestari. Karena bagaimanapun, situs tersebut
berada di wilayahnya. Terutama dalam hal mengatur pengunjung, agar situs
tersebut tidak rusak. “Ya tentu kita akan bantu untuk ke depan,
bagaimana mengelola situs tersebut. Karena ini ada kaitannya juga dengan
sejarah Desa Tegalwangi,” katanya.
Pendamping Sultan Kanoman, Elang Aji Nurasa mengatakan, makam yang
berada di Tegalwangi itu, bukan asal sembarang makam. “Jadi sebelum
dibuat pondasi rumah, saya udah prediksi di sini akan muncul makam.
Setelah digali bikin pondasi, ternyata bener apa yang saya omongin. Saya
mediasi dengan izin Allah dan kita keluarkan semua, makam dan sumur
kuno,” katanya.
Elang Aji menyebut, situs petilasan yang ditemukannya itu merupakan
fenomena, bukan sebagai peninggalan. Hanya saja, apabila dilihat dari
benda-benda yang ditemukan, bisa diteliti lebih jauh secara arkeologis
berapa usia situs tersebut.
Di area tersebut, ditemukan batu bata merah yang cukup besar
berukuran sekira 30 cm. Batu karang yang diduga merupakan bangunan bekas
candi dan juga sejumlah benda pusaka. Aji memperkirakan, batu bata itu
berusia pada abad 14-15. “Kita tujuannya untuk melestarikan nilai
budaya,” katanya. (Sumber : radarcirebon.com)